SKRIPSI HKI
GOLPUT Dalam Perspektif Maqasidus Syariah [Studi Analisis Hasil Ijtima Ulama III MUI bagian IV Tahun 2009 Tentang GOLPUT]
Terkait dengan Golput dalam pemilu, Hasil Ijtima -Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI Se-Indonesia III yang diselenggarakan di Padang Panjang Serambi Mekkah, Sumatera Barat pada tanggal 24-26 Januari 2009 yang dihadiri oleh 700 ulama dan para cendekiawan muslim menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa Golput hukumnya haram. Para ulama berpendapat bahwa Golput haram apabila masih ada calon yang imamah dan imarah apapun itu partainya. Ini karena pemilihan umum dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil pwmimpin yang memenuhi syarat-syarat bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai aspirasi umat dan kepentingan bangsa. Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah mengapa MUI mengeluarkan fatwa tentang Golput? bagaimana fatwa MUI tentang Golput dalam perspektif maqasidus syariah? bagaimana implikasi terhadap umat Islam Indonesia sebagai warga negara yang mempunyai hak kebebasan pribadi dan dijamin serta dilindungi oleh peraturan perundang-undangan? Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui mengapa MUI mengeluarkan fatwa tentang Golput, untuk mengetahui fatwa MUI tentang Golput dalam perspektif maqasidus syariah, untuk mengetahui implikasi terhadap umat Islam Indonesia sebagai warga negara yang mempunyai hak kebebasan pribadi dan dijamin serta dilindungi oleh peraturan perundang-undangan. Kegunaan penelitian secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan pemikiran terhadap adanya fenomena Golput yang oleh sebagian pihak dinilai sebagian bagian dari hak asasi individu namun dinyatakan haram oleh Majelis Ulama Indonesia yang dalam mengeluarkan fatwa tersebut menggunakan maqasidus syariah sebagai bahan pertimbangan utama. Secara praktis memberikan informasi kepada pembaca mengenai hasil Ijtima Ulama III MUI bagian IV Tahun 2009 tentang Golput. Jenis penelitian ini adalah kepustakaan [library research] dengan pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dokumentasi. Adapun dalam menganalisis data peneliti menggunakan metode content analysis. Hasil penelitian adalah Pertama, MUI mengeluarkan fatwa tentang Golput adalah karena banyak tokoh politik menghendaki adanya aturan tegas untuk melarang Golput di dalam Pemilu. Lontaran pertama mengenai desakan untuk pengeluaran fatwa mengenai Golput adalah dari Hidayat Nur Wahid, yang ketika itu menjabat menjadi Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat [MPR] dan kader dari Partai Keadilan Sejahtera [PKS]. Dua bulan sebelum Sidang Ijtima Komisi Fatwa MUI digelar di Padang Panjang, pada bulan November 2008, Hidayat Nur Wahid mengusulkan fatwa haram Golput tersebut. Kedua, Fatwa MUI tentang Golput dalam perspektif maqasidus syariah adalah bahwa Golput menurut syariat Islam adalah haram, karena tindakan Golput telah melanggar prinsip-prinsip Maqasidus Syariah, paling tidak ada empat hal yang telah dilanggar yakni dapat merusak agama [Hifzh al-Din], merusak harta benda [Hifzh al-Maal], dapat merusak jiwa [Hifzh al-Nafs], serta dapat merusak akal [Hifzh al-Naql]. Maka melihat dampak yang ditimbulkan dengan tindakan Golput maka Islam menggolongkan Golput sebagai tindakan yang haram. Ketiga, Implikasi fatwa Golput bagi warga negara yang mempunyai hak kebebasan pribadi antara lain : a] Teoritis adalah dengan berlandaskan fatwa MUI, seseorang merasa terpaksa dan dipaksa untuk memilih, sebuah sikap yang bertentangan dengan kebebasan memilih dan demokrasi, b] Politis adalah pada Pemilu dikhawatirkan partisipasi pemilih akan mengalami penurunan drastis, artinya banyak calon pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya atau golongan putih [Golput]. Melihat kekhawatiran tersebut muncullah wacana rekomendasi pengharaman Golput pada silahturahmi Majelis Ulama Indonesia [MUI] di Padang Panjang Sumatra Barat tanggal 23-26 Januari 2009 tentang Pemilu. c] Sosial adalah Golput tidak bisa dianggap sebagai golongan netral karena merupakan ekspresi keputusasaan. Golput adalah sikap politik rakyat ysng tidak percaya lagi kepada Pemerintah. Semakin besar Golput berarti semakin banyak rakyat yang tidak percaya dengan Pemerintah. Mereka merasa tidak perlu memberikan amanat kekuasaan karena merasa Pemerintah tidak mampu mengembannya.
00SK007811.00 | SK AS13.078 WAH g C.0 | My Library | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain