SKRIPSI HKI
Permohonan Fasakh Nikah Yang Diajukan Oleh Pihak Ketiga [Studi Terhadap Putusan No.0034/Pdt.P/2009/PA.Pml]
Perkawinan yang dinyatakan sah, kemudian dibatalkan oleh Pengadilan Agama karena adanya pelanggaran syarat dan rukun dalam perkawinan, baik secara hukum agama maupun secara undang-undang perkawinan. Seperti dalam kasus yang terjadi di Pengadilan Agama Pemalang yang memutus perkara fasakh tersebut karena adanya penipuan identitas dan status dari salah satu pihak.
Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana putusan fasakh nikah yang diajukan oleh pihak ketiga (No. 0034/Pdt.P/2009/PA.Pml) di Pengadilan Agama Pemalang? dan apa dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara fasakh nikah yang diajukan oleh pihak ketiga (No. 0034/Pdt.P/2009/PA.Pml) di Pengadilan Agama pemalang?. Tujuan dan kegunaan penelitian ini adalah untuk memberikan kontribusi keilmuan dalam bidang hukum Islam pada umumnya dan hukum perkawinan pada khususnya dan sebagai bahan kajian yang lebih mendalam tentang masalah yang serupa.
Penelitian ini merupakan library research (studi pustaka) dengan menggunakan Pendekatan secara doctrinal yaitu penelitian terhadap hukum yang dikonsepkan dan dikembangkan atas dasar doktrin yang dianut sang pengonsep atau sang pengembangnya dan non-doktrinal yaitu penelitian berupa studi-studi empiris untuk menemukan teori-teori mengenai proses terjadinya dan mengenai proses bekerjanya hukum didalam masyarakat.
Hasil penelitian ini adalah mengabulkan permohonan dari pihak ketiga untuk membatalkan perkawinan antara T I dan T II yang telah diketahui adanya penipuan mengenai identitas dan status dari t II, sehingga perkawinan tersebut merupakan perkawinan poliandri. Maka perkawinan tersebut segera dibatalkan oleh Pengadilan Agama Pemalang dengan dasar bukti-bukti yang telah diajukan oleh pihak ketiga yang disini adalah Kepala KUA sebagai pejabat yang berwenang dlam pelaksanaan perkawinan. Dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara No. 0034/Pdt.P/2009/PA.Pml lebih becorak penafsiran outentik, karena mendasarkan pada rumusan resmi yang ada dalam pasal 27 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 yaitu suami atau istri dapat mengajukan pembatalan perkawinan yang terjadi karena adanya salah sangka mengenai diri suami atau istri, yang dihubungkan dengan pasal 40 ayat (1) KHI yang menyatakan bahwa wanita yang bersangkutan masih terikat perkawinan dengan pria lain.
00SK005011.00 | SK AS12.050 SAI p C.0 | My Library | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain