SKRIPSI HKI
Pembakuan Pola Relasi Suami Istri Dalam Hukum Perkawinan Indonesia (Analisis Kritis Pasal 30 s/d 31 dan Pasal 33 s/d 34 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang RI No. 1 1974 Tentang Perkawinan)
Pola relasi antara laki-laki dan perempuan sama-sama mengalami dehumanisasi, ketertindasan dan ketidakadilan yang disebabkan oleh perbedaan peran dan fungsi antara jenis kelamin. Perbedaan peran gender yang tertuang dalam Pasal 31 ayat (3) dan Pasal 34 ayat (1) s/d (2) UU/1/RI/1974 1974 tentang Perkawinan menunjukkan ketidaksesuaian aturan negara dengan prinsip keadilan dan membatasi peran publik perempuan. Aturan yang demikian bertentangan (konflik norma) dengan konstitusi, peraturan perundang-undangan nasional maupun perjanjian internasional, yakni: Pasal 28C ayat (1) dan (2), 28G ayat (1), Pasal 28I ayat (2) UUD/RI/1945, Pasal 51 ayat (1) UU/RI/39/1999 tentang HAM, Pasal 16 huruf c Lampiran UU/RI/7/1984 tentang Pengesahan CEDAW. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab dan implikasi pembakuan pola relasi suami istri terhadap kekerasan dalam rumah tangga.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian yuridis normatif dengan pendekatan statute approach, historical approach, conceptual approach dengan sumber hukum primer, sumber bahan hukum sekunder dan sumber non-hukum. Teknik pengumpulan bahan hukum menggunakan teknik documentary. Analisis yang digunakan adalah analisis yuridis-normatif dengan metode konstruksi dan interpretasi penemuan hukum.
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan berikut: 1). Pembakuan pola relasi suami istri UU/RI/1/1974 disebabkan oleh empat hal, yakni: a). Secara filosofis, nilai yang tertuang dalam UU/RI/1/1974 didominasi nilai religius masyarakat Indonesia yang masih bias gender. b). Secara sosiologis, perempuan berada dalam posisi subordinat, pasif, timpang dan berada dalam pusaran politik konservatif-patriarkis. c). Secara yuridis, sistem perundang-undangan nasional tidak komprehensif dan sentralistis d). Secara politis, kebijakan hukum hanya diarahkan untuk mencapai kepentingan negara sehingga nasib perempuan kurang dipedulikan, peran dan fungsi perempuan hanya sebagai pendamping dan pelengkap suami serta dinilai kurang kompeten dibandingkan laki-laki. 2). Implikasi pembakuan pola relasi suami istri terhadap kekerasan dalam rumah tangga berbentuk: kekerasan fisik dan ekonomi. Kekerasan tersebut bermula dari ketergantungan ekonomi perempuan pada suami; adanya anggapan dari suami sebagai pemilik sepenuhnya terhadap kehidupan istri; adanya budaya saling menyalahkan mengenai pemenuhan hak dan kewajiban; dan adanya kesalahpahaman suami dalam mengartikan frasa “semampunya” sebagaimana dimaksud Pasal 34 ayat (1) UU/RI/1/1974 tentang Perkawinan.
20SK2011032.00 | SK HKI 20.032 MAU p | My Library (lantai 3, Local Content) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain