SKRIPSI HKI
Tinjauan Yuridis Putusan Nomor 0433/Pdt.G/2016/PA.Kjn Dalam Perkara Ibat Nikah Poligami Di Pengadilan Agama Kajen
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tinjauan yuridis perkara isbat nikah poligami di Pengadilan Agama Kajen, yaitu dengan menganalisis pertimbangan majelis hakim dan dasar hukum hakim Pengadilan Agama Kajen dalam mengisbatkan perkawinan poligami yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hakim dan apa dasar hukum penetapan isbat nikah poligami.
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka, bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan non hukum. Bahan hukum primer diperoleh dari berkas salinan putusan penetapan Pengadilan Agama Kajen, bahan hukum sekunder yang digunakan berupa buku yang digunakan untuk menjelaskan bahan hukum primer dan bahan non hukum berupa wawancara dengan hakim yang menangani perkara isbat nikah poligami.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa hal tinjauan yuridis yang tidak dijadikan pertimbangan majelis hakim dalam memutuskan perkara isbat nikah poligami yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No 9 Tahun 1975 yang di dalamnya membahas tentang masa tunggu (iddah) bagi seseorang yang putus karena perceraian, meskipun majelis hakim menyimpulkan bahwa pengajuan isbat nikah sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku di Pengadilan Agama Khususnya Pengadilan Agama Kajen dengan pertimbangan hukum majelis hakim menetapkan isbat nikah karena pemohon telah melangsungkan perkawinan sesuai syarat dan rukun nikah sesuai hukum islam maupun undang-undang yang berlaku di Indonesia.
Majelis hakim seharusnya lebih cermat dan teliti dalam menangani perkara ini. Perkara isbat nikah poligami harus dilakukan dengan teliti mengenai bukti-bukti utamanya bagi calon istri kedua yang statusnya janda yaitu dengan melihat tanggal putusan Akta Cerai sesuai dengan PP No 9 Tahun 1975 Pasal 34 ayat 2 Jo KHI pasal pasal 146 ayat 2 yaitu suatu perceraian dianggap terjadi beserta akibat-akibatnya terhitung sejak jatuhnya putusan pengadilan agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.Tanggal putusan akta cerai merupakan awal dimulainya masa tunggu (iddah) bagi seorang perempuan sampai dengan selesai iddahnya untuk dapat menikah lagi. Pasal 151 KHI menegaskan bekas istri selama dalam masa iddah, wajib menjaga dirinya, tidak menerima pinangan dan tidak menikah dengan pria lain serta dijelaskan juga dalam pasal 153 ayat 2 huruf b KHI, apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masih haid ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) hari, dan bagi yang tidak haid ditetapkan 90 (sembilan puluh) hari. Hakim seharusnya melihat masalah tersebut dengan seksama agar tidak salah memutus perkara sehingga tidak ada yang dirugikan baik untuk para pemohon maupun termohon, terutama agar tidak dijadikan alat untuk melakukan penyelundupan hukum di kemudian hari
18SK1811030.00 | SK HKI 18.030 RIS t | My Library (lantai 3, Karya Ilmiah) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain