Thesis
Reformulasi Hukum Perkawinan Islam Responsif Gender
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan saat ini telah berusia kurang lebih 41 tahun, namun belum pernah dilakukan perubahan isi dari undang-undang tersebut sebagaimana yang terjadi pada negara-negara lainnya. Lahirnya Kompilasi Hukum Islam (KHI) pun hanya untuk menjawab tantangan bagi para hakim Peradilan Agama dalam menjawab persoalan hukum materiil Islam. Namun, baik Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 maupun KHI tersebut masih dinilai bias gender terkait kesetaraan relasi suami-isteri.
Tesis ini berusaha untuk melihat relasi gender dalam Undang-Undang Perkawinan, KHI dan CLD-KHI, kemudian mencoba memberikan sebuah tawaran reformulasi hukum perkawinan Islam di Indonesia terutama yang kaitannya dengan batas usia menikah, wali nikah, poligami dan nusyȗz. Keempat isu strategis hukum perkawinan Islam tersebut direformulasi agar lebih responsif gender dengan menggunakan teori kritik (kritik feminis) dan feminist legal theory serta teori tiga nilai dasar hukum (keadilan hukum, kemanfaatan hukum dan kepastian hukum). Selain itu, aspek hukum Islam pun tetap digunakan untuk menganalisa pereformulasian tersebut agar tidak terlalu umum dalam pembahasannya.
Jenis penelitian ini adalah library research dan teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan. Dalam hal ini, sumber yang digunakan adalah sumber data sekunder yang mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Adapun analisis data melalui pendekatan content analysis (analisis isi) dikarenakan sasarannya adalah buku-buku yang bersifat konsepsional, termasuk Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam dan Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam.
Berdasarkan hasil pembahasan, dapat disimpulkan bahwa relasi gender pada Undang-Undang Perkawinan dan KHI memang masih terdapat bias gender, sedangkan pada CLD-KHI sedikit menunjukkan adanya kesetaraan gender, hanya saja pada bagian tertentu lebih terkesan liberal. Reformulasi hukum perkawinan Islam yang ditawarkan oleh penulis dalam hal batas usia menikah yang memberikan batasan usia 18 (delapan belas) tahun bagi laki-laki maupun perempuan, wali nikah itu harus laki-laki baik dari pancar laki-laki maupun perempuan (bersifat bilateral) dan persyaratan alternatif poligami dalam aturan perundang-undangan sebaiknya dihapus dan kemampuan pelaku poligami dalam berbagai hal serta konsep nusyȗz yang berlaku bagi suami maupun isteri dengan melakukan perdamaian yang dilakukan oleh perantara hakam sebagai cara yang terbaik diantara keduanya.
Kata Kunci: Batas Usia Menikah, Wali Nikah, Poligami, Nusyuz
16TS1652003 | TS P.HKI 16.003 MAI r | My Library (Lantai 3, Thesis) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain