SKRIPSI HTN
Analisis Pemberhentian Hakim Mahkamah Konstitusi Oleh Lembaga Pengusul
Proses pemilihan Hakim Mahkamah Konstitusi dilakukan oleh tiga cabang kekuasaan, yaitu DPR (legislatif), Presiden (eksekutif), dan Mahkamah Agung (yudikatif), hal ini bertujuan untuk memastikan integritas, independensi, dan kontrol yang tepat. Secara normatif, baik DPR, Presiden, dan Mahkamah Agung tidak memiliki kewenangan untuk memecat Hakim MK yang diusulkannya. Namun, pada 29 September 2022, DPR mencopot Hakim Aswanto dari MK dengan alasan Hakim Aswanto Aswanto sering menganulir produk yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Pemberhentian Hakim Mahkamah Konstitusi yang dilakukan oleh lembaga pengusul. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan Pendekatan Perundang-undangan, Pendekatan Kasus serta Pendekatan Konseptual. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberhentian Hakim Aswanto tidak sesuai dengan pasal 23 ayat (4) Undang-undang Mahkmah Konstitusi yang menjelaskan bahwa “Pemberhentian Hakim Konstitusi dapat dilakukan berdasarkan Keputusan Presiden atas Permintaan Ketua Mahkamah Konstitusi”. Dalam pasal ini terlihat jelas bahwa pemberhentian Hakim Konstitusi Aswanto, yang dilakukan oleh Lembaga Pengusulnya yaitu Dewan Perwakilan Rakyat, merupakan tindakan ketidakpatuhan terhadap hukum, dan melanggar prinsip negara hukum, selain itu Pemberhentian Hakim Konstitusi Aswanto menimbulkan beberapa akibat hukum salah satunya merupakan bentuk intervensi yang dilakukan oleh lembaga pengusul yaitu Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi, dimana ini menggangu kemandirian Mahkamah Konstitusi yang merupakan lembaga yang Independen dan Imparsial.
24SK2413103.00 | SK HTN 24.103 IST a | My Library (Lantai 3, R. Local Content) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain