SKRIPSI HKI
Tradisi Ijab Kabul Dengan Menggunakan Bahasa Arab Di Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan
Nikah dianggap sah dalam Islam apabila memenuhi serangkaian ketentuan yang terdiri dari rukun dan syarat. Sebaliknya, nikah dianggap batal jika salah satu syarat atau rukunnya tidak lengkap atau tidak terpenuhi. Rukun-rukun nikah meliputi: mempelai laki-laki, mempelai perempuan, wali, 2 saksi laki-laki, dan sighat ijab kabul. Diantara kelima rukun tersebut, yang paling esensial adalah adanya sighat ijab kabul. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) tidak mengatur mengenai bahasa yang harus digunakan dalam proses akad nikah. Keempat imam mazhab sepakat bahwa akad menggunakan bahasa selain Arab adalah sah jika individu tersebut tidak mampu berbahasa Arab. Namun, perbedaan pendapat muncul ketika individu tersebut mampu berbahasa Arab. Mazhab Hanafi, Maliki, dan Hambali menganggapnya sah, sementara mazhab Syafii dan juga Ibnu Qudamah menganggapnya tidak sah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan alasan Buaran menggunakan bahasa Arab dalam akad nikah dan implikasi hukum. Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum empiris atau sosial-legal, di mana data diperoleh langsung dari masyarakat sebagai sumber primer, dilakukan melalui studi lapangan yang melibatkan wawancara dan observasi. Sedangkan pendekatannya menggunakan pendekatan kualitatif yang berfokus pada pengamatan objek alami di mana peneliti. Hasil penelitian menunjukan bahwa tradisi ijab kabul menggunakan bahasa Arab di Kecamatan Buaran sudah termasuk unsur dari tradisi karena sudah menjadi kebiasaan dan berlangsung berulang-ulang dari generasi ke generasi. Tradisi tersebut sudah ada sejak dulu. Alasan masyarakat Buaran menggunakan bahasa Arab dalam ijab kabulnya baik umumnya mengikuti tradisi dan kebiasaan.
24SK2411075.00 | SK HKI 24.075 ELO t | My Library (Lantai 3, R. Local Content) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain