SKRIPSI HTN
Perbedaan Penafsiran Putusan MK No.56/PUU-XVII/2019 Oleh KPUD dan Bawaslu Daerah terhadap Keikutsertaan Mantan Narapidana dalam Pelkada
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa perbedaan penafsiran yang timbul dari putusan mahkamah konstitusi diantara penyelenggara pemilu bagi mantan terpidana dalam pencalonan kepala daerah. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 56/PUU-XVII/2019, membatasi hak dipilih seorang mantan terpidana yang dijatuhi pidana dengan maksimal hukuman 5 (lima tahun) penjara, serta ditetapkannya jeda waktu tunggu minimal selama 5 (lima tahun) bagi mantan terpidana tersebut setelah selesai menjalani pidana penjaranya untuk ikut serta mencalonkan diri pada penyelenggaraan pilkada. Hasil penelitian ini yakni dari Putusan MK Nomor 56/PUU-XVII/2019 telah menimbulkan potensi adanya perbedaan penafsiran antara KPU Daerah dan Bawaslu Daerah di Kabupaten Dompu. KPUD Dompu menjadikan putusan MK tersebut sebagai dasarnya dalam mengambil keputusan dengan menggunakan metode penafsiran Letterlijk, sedangkan Bawaslu Daerah Dompu menggunakan penafsiran gramatikal dalam mengartikan makna “mantan terpidana” serta menjadikan Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan sebagai dasar tafsirannya dengan mengutamakan hak dipilih yang dimiliki oleh seorang mantan terpidana korupsi. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, dan pendekatan konseptual. Simpulan hasil penelitian ini adalah bahwa dalam perwujudan mematuhi putusan tersebut, diantara penyelenggara pemilu memiliki pemahaman konteks yang berbeda sehingga muncul perbedaan tafsir dalam pelaksanaan putusan. Perbedaan penafsiran yang timbul menyebabkan lunturnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penyelenggara pemilu di daerah Dompu dalam menegakkan sebuah pemilihan yang berintegritas.
23SK2313015.00 | SK HTN 23.015 IZZ p | My Library (Lantai 3, Local Content) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain