SKRIPSI HKI
Pandangan Penghulu Kota Pekalongan Terhadap Status Anak Akibat Kawin Hamil
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan,
dimana terfokus pada pengumpulan informasi langsung di lapangan yang ada di
KUA Kota Pekalongan sebagai tempat penelitian. Sumber datanya yaitu
menggunakan data primer melalui wawancara terhadap penghulu yang berada di
KUA Kota Pekalongan, dan juga dilengkapi dengan data sekunder melalui bukubuku serta jurnal.Teknik analisisnya memakai metode deskriptif kualitatif dengan
mendeskripsikan dan menganalisis hasil wawancara terkait penelitian ini. Dari hasil
penelitian ini disimpulkan bahwa antara KHI maupun fiqih terkait anak yang lahir
akibat kawin hamil sebenanrnya tidak ada persoalan, selama mengetahui dasarnya.
Kalau yang menghitung jarak antara kelahiran si anak yang lahir dengan akad nikah
ini pegangannya pendapat dari Imam Syafi’i yang berkaitan dengan batas minimal
kehamilan selama 6 bulan, hal ini sebagaimana QS Al-Ahqof Ayat 15 menjelaskan
bahwa jumlah mengandung dan menyapih adalah 30 bulan, sedangkan di surat
Luqman dijelaskan bahwa batas maksimal menyapih yaitu 2 tahun atau 24 bulan.
Jadi, masa kehamilan yang paling sedikit adalah 30 dikurangi 24 bulan yaitu 6
bulan. Oleh karena itu , seorang anak dikatakan sah dari suami ibunya, jika anak itu
lahir sekurang-kurangnya 6 bulan terhitung setelah akad nikah. Sementara dalam
KHI tidak mempersoalkan terkait anak itu lahir kurang dari 6 bulan ataupun lebih,
dalam KHI pegangannya yaitu berdasarkan akad nikahnya, jika sudah terjadi akad,
entah itu nantinya anak yang dilahirkan kurang dari 6 bulan ataupun lebih maka
tetap menjadi anak sah karena terlahir dalam perkawinan yang sah, sebagaimana
dalam KHI Pasal 99 bahwa anak sah adalah anak yang lahir dalam perkawinan yang
sah.
22SK2211004.00 | SK HKI 22.004 NIS p | My Library (Lantai 3, Local Content) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain